LELAKI TUA DAN ANGKRINGAN
Babak I
Malam itu di sebuah angkringan sekitar alun-alun utara Yogyakarta, duduklah dua orang sahabat yang telah lama berpisah untuk menikmati secangkir jahe hangat dan nasi kucing yang biasa mereka nikmati semasa muda dulu namun di tempat yang berbeda. Angkringan itu tampak sederhana dengan penerangan lampu minyak kecil yang temaram. Seorang penjual angkringan adalah lelaki tua yang telah menjadi saksi sejarah bangsa ini.
Andi : Jadi kau sekarang jadi dosen?
Wahyu : ya gimana lagi...
Andi : Dosen filsafat lagi...keren tuh...pasti banyak mahasiswimu yang naksir dengan ketampananmu itu. Tampan, dosen, masih single lagi....wah...bener-bener eksekutif muda.
Wahyu : Ya mungkin garis hidup yang membuatku seperti ini. Semua kan mempunyai jalan hidup masing-masing.
Andi : Padahal dulu kau pengin menjadi penyanyi dangdut..he..he..he..
Wahyu : Ya itu kan cita-cita waktu kecil, istilahnya belum makan asam garam. Kau juga, dulu waktu kita SD bercita-cita ingin jadi sopir angkot. Sekarang malah jadi redaktur surat kabar nasional.
Andi : Itu dulu, sama seperti yang kamu katakan tadi, semua ada jalan masing-masing. Angkot kan dulu masih jarang di desa kita, oleh sebab itu aku pengen jadi sopir angkot.
Wahyu : Pak, Jahe-nya nambah lagi...yang panas ya....
Gancar : Baik Mas....
Andi : Bapak sudah lama berjulan di sini?
Gancar : Yah lumayan Mas, sejak usia saya lima belas tahun. Sejak jaman Sukarno lengser dari kursi presiden. Walau sudah beberapa kali angkringan ini pindah tempat dan akhirnya kembali lagi ke tempat ini.
Wahyu : Wah, apa tidak bosan pak, jualan dari jaman tumbangnya orde lama? berarti sekitar 42 tahun.
Gancar : Ya mau gimana lagi Mas, ini jalan satu-satunya untuk menghidupi keluarga dan dari angkringan ini anak-anak saya bisa jadi orang.
Wahyu : Memang anak bapak berapa?
Gancar : anak saya tiga, namun anak sulung saya lima belas tahun yang lalu ditangkap orang-orang Suharto dan sampai sekarang tidak tahu bagaimana kabarnya.
Andi : Wah memangnya kena kasus apa pak?
Gancar : Aduh mas, saya hanya orang kecil, tidak tahu-menahu kasus yang menimpa anak saya, padahal anak saya itu orangnya baik.
Andi : Anak bapak seorang aktivis?
Gancar : Gak tahu mas, tapi banyak orang yang berkata seperti itu.
Wahyu : Orde baru pimpinan Suharto memang otoriter dan kaku, orang-orang yang sekiranya menentang pemerintah dilenyapkan dengan cara-cara yang biasa dan halus namun kejam.
Andi : Surat kabar saya juga begitu, kalo isinya mengkritik pemerintah di kemudian hari pasti sering dikirimi surat-surat kaleng yang isinya ancaman.
Gancar : Enaknya memang jadi penjual angkringan mas, tidak tahu-menahu soal begituan, yang jelas bisa hidup dengan tenang dan sejahtera.
Andi : Tapi bapak tahu harga tempe, tahu, sate keong, nasi kucing dan semacamnya...ya kan pak........(diiringi tawa dari ketiga orang tersebut).
Wahyu : Lha anak bapak yang kedua dan si bungsu?
Gancar : Anak bapak yang kedua itu perempuan dan sudah mempunyai suami, sekarang tinggal bersama suaminya di Palembang sana. Suaminya juga dosen seperti Anda.
Andi : lha yang bungsu?
Gancar : Dia mahasiswa semester akhir di UGM.
Wahyu : Jurusan apa pak?
Belum sempat penjual angkringan itu menjawab, datanglah seorang laki-laki muda mengantarkan beberapa nasi kucing ke angkringan itu dengan naik sebuah sepeda tua Simplex.
Gancar : Lama sekali Van?
Irvan : Maaf pak, tadi sepedanya bocor, jadi ya harus menambalnya terlebih dahulu.
Gancar : Untungnya persediaan di sini masih ada.
Andi : Coba tadi kalau habis, pasti kita kelaparan pak...
Wahyu : Bisa-bisa malah terlalu kenyang karena menghabiskan semua gorengan he..he....he....
Irvan : Bapak istirahat saja, biar saya yang menjaga di sini.
Gancar : halah...kita sama-sama saja yang menjaga angkringan ini...bapak masih kuat......
Andi : Semangat empat lima ya pak......
Wahyu : itu harus....
Irvan : Jahe-nya nambah pak.?
Wahyu : Lha baru saja nambah kok dik.....
Andi : Ini pembantu bapak di sini?
Gancar : Ini anak bungsu saya Mas.
Andi : betul dik?
Irvan : Betul sekali pak...
Wahyu : lho...kamu kan mahasiswa yang mengajukan makalah untuk di seminarkan minggu depan di auditorium.
Irvan : Oh...ternyata pak Wahyu.....maaf pak saya tadi tidak mengenali bapak....ya suasana di sini memang temaram.
Wahyu : Tidak apa-apa..saya sudah maklum....
Andi : Yang jelas adik ini tidak malu jika di sebut penjaga angkringan... he he he........(diiringi tawa dari keempat orang tersebut)
Wahyu : Makalahmu bagus, besok saya rekomendasikan kepada panitia untuk disertakan dalam seminar itu.
Irvan : Wah...terima kasih sekali pak....
"maaf mungkin drama ini baru satu babak dan tampak biasa saja, ini juga saya buat untuk sebuah tugas mata kuliah, kapan-kapan mungkin bisa saya teruskan lagi"
gambar dari:www.geocities.com
Hwahaha... Pas baca awal2 tak kirain lu beneran make nama temen2 qt karna terinspirasi, trz lu bikin naskah gitu, eh..ternyata itu tugas tho...
BalasHapusTapi... kreatip kreatip kreatip,,