Mengapresiasi Budaya lewat KTSP
Kebudayaan lahir melalui kontruksi sosial yang dibuat manusia dalam masyarakat. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang menjunjung kebudayaan agar tetap terjaga eksistensi dan idealismenya. Dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, Indonesia bisa dikatakan bangsa yang kaya budaya. Namun mempertahankan dan menjaga eksistensi budaya tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Beberapa produk kebudayaan mulai luntur tergerus arus globalisasi. Budaya yang bersifat kedaerahan dan tradisional menjadi termajinalkan. Bahkan hasil kebudayaan Indonesia beberapa waktu lalu sempat diklaim sebagai milik bangsa lain.
Pendidikan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dijadikan alternatif utama untuk menjaga dan mempertahankan kebudayaan bangsa. Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat memberi kontribusi yang besar untuk menentukan strategi-strategi kebudayaan dalam lingkup pendidikan. KTSP membuat peluang yang besar untuk menghasilkan terobosan-terobosan baru dalam hal mengapresiasi budaya. Dengan landasan pengajaran kontruktivisme, KTSP akan mengarahkan peserta didik ke dalam situasi pembelajaran yang kontekstual. Peserta didik sebagai generasi muda adalah tonggak untuk tetap meneruskan dan melestarikan kebudayaan.
Di dalam KTSP terdapat kelompok mata pelajaran normatif yang dapat digunakan untuk mengapresiasi budaya. Kelompok mata pelajaran normatif tersebut adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, serta Pendidikan Seni Budaya. Dalam hal ini, semua mata pelajaran tersebut bisa menjadi sarana untuk mengapresiasi budaya. Akan tetapi jika dikaji secara matang, Mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Seni Budaya bisa dikatakan mempunyai posisi yang strategis untuk menjadi sarana untuk mengapresiasi budaya dalam pendidikan.
Di dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dipelajari tentang sastra. Materi dalam pembelajaran sastra dapat diarahkan untuk mengapresiasi budaya. Contohnya adalah materi yang berkaitan dengan karya sastra seperti cerpen, novel ,puisi, dongeng dan lain-lain. Dengan mengapresiasi isi cerita dalam karya sastra, peserta didik dapat menggali aspek budaya yang melatari karya tersebut. Sebut saja ketika membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Di dalamnya terdapat situasi budaya di daerah Banyumas yakni adanya ronggeng dan tayuban. Ketika membaca membaca Novel Umar Kayam yang berjudul Para Priyayi dapat dapat diketahui tentang masalah sosial budaya masyarakat jawa dengan budaya feodal dan kepriyayian. Pemahaman peserta didik terhadap karya sastra sekaligus akan memahamkan mereka tentang unsur budaya di dalam karya sastra tersebut.
Materi tentang drama pun tak lepas dari unsur pembelajaran apresiasi budaya. Drama merefleksikan kejadian nyata, baik yang terjadi di masa dulu atau sekarang. Dapat dikatakan jika drama dapat merefleksikan suatu kebudayaan. Peserta didik pun akan mengerti, memahami dan menyukai jenis drama seperti kethoprak dan wayang wong yang merupakan budaya jawa. Peserta didik dapat dibawa ke dalam situasi yang kontekstual seperti melihat pertunjukkan secara langsung atau melalui video.
Pendidikan Seni dan Budaya tentu akan lebih memfokuskan ke pengapresiasian budaya. Dengan kesenian, dapat mengartikulasikan informasi dan nilai-nilai yang bersifat inovatif. Seni dapat melatih kepekaan untuk mewujudkan suatu kepribadian yang berbudaya. Seni mendukung budaya dan sebaliknya budaya mendukung seni. Pendidikan Seni dan Budaya adalah mata pelajaran yang bersifat fleksibel dan dapat merangsang tumbuhnya kreativitas. Mata pelajaran ini akan mengembangkan daya cipta, rasa dan karsa yang akan meningkatkan kecerdasan emosional (Emotional Intelligence).
Pendidikan Seni dan Budaya seperti seni tari akan mengenalkan peserta didik pada jenis-jenis tari dan aplikasinya. Hal ini lebih baik ditekankan pada penguasaan tari-tari tradisonal sebagai aset budaya bangsa kita agar tidak tergerus dengan tari-tari yang bersifat kontemporer atau modern. Seni musik akan menekankan pemahaman musik tradsional mulai dari jenis lagu, alat musik dan penyajiannya.
Selain itu di dalam KTSP juga diberlakukan materi muatan lokal. Hal ini bertujuan agar peserta didik menghargai budaya-budaya lokal seperti bahasa dan tulisan jawa. Dalam hal ini muatan lokal lebih mengkhususkan potensi budaya daerah masing-masing. Muatan lokal berusaha untuk memberikan bekal pengetahuan keterampilan dan perilaku peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di daerahnya untuk mendukung pembangunan nasional serta kebutuhan global.
Dengan diterapkannya pelajaran-pelajaran tersebut dalam KTSP, diharapkan peserta didik sebagai generasi muda penerus bangsa akan memiliki bekal untuk melestarikan kebudayaan Indonesia. Adanya pandangan tentang penganaktirian mata pelajaran normatif dibanding mata pelajaran lain seperti ilmu eksakta perlu dihilangkan. Selain itu, pemerintah diharapkan mengalokasikan dana yang cukup untuk membangun infrastruktur yang akan mendukung pelestarian budaya seperti galeri seni, ruang pertunjukkan dan peralatan-peralatannya.
Pendidikan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dijadikan alternatif utama untuk menjaga dan mempertahankan kebudayaan bangsa. Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat memberi kontribusi yang besar untuk menentukan strategi-strategi kebudayaan dalam lingkup pendidikan. KTSP membuat peluang yang besar untuk menghasilkan terobosan-terobosan baru dalam hal mengapresiasi budaya. Dengan landasan pengajaran kontruktivisme, KTSP akan mengarahkan peserta didik ke dalam situasi pembelajaran yang kontekstual. Peserta didik sebagai generasi muda adalah tonggak untuk tetap meneruskan dan melestarikan kebudayaan.
Di dalam KTSP terdapat kelompok mata pelajaran normatif yang dapat digunakan untuk mengapresiasi budaya. Kelompok mata pelajaran normatif tersebut adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, serta Pendidikan Seni Budaya. Dalam hal ini, semua mata pelajaran tersebut bisa menjadi sarana untuk mengapresiasi budaya. Akan tetapi jika dikaji secara matang, Mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Seni Budaya bisa dikatakan mempunyai posisi yang strategis untuk menjadi sarana untuk mengapresiasi budaya dalam pendidikan.
Di dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dipelajari tentang sastra. Materi dalam pembelajaran sastra dapat diarahkan untuk mengapresiasi budaya. Contohnya adalah materi yang berkaitan dengan karya sastra seperti cerpen, novel ,puisi, dongeng dan lain-lain. Dengan mengapresiasi isi cerita dalam karya sastra, peserta didik dapat menggali aspek budaya yang melatari karya tersebut. Sebut saja ketika membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Di dalamnya terdapat situasi budaya di daerah Banyumas yakni adanya ronggeng dan tayuban. Ketika membaca membaca Novel Umar Kayam yang berjudul Para Priyayi dapat dapat diketahui tentang masalah sosial budaya masyarakat jawa dengan budaya feodal dan kepriyayian. Pemahaman peserta didik terhadap karya sastra sekaligus akan memahamkan mereka tentang unsur budaya di dalam karya sastra tersebut.
Materi tentang drama pun tak lepas dari unsur pembelajaran apresiasi budaya. Drama merefleksikan kejadian nyata, baik yang terjadi di masa dulu atau sekarang. Dapat dikatakan jika drama dapat merefleksikan suatu kebudayaan. Peserta didik pun akan mengerti, memahami dan menyukai jenis drama seperti kethoprak dan wayang wong yang merupakan budaya jawa. Peserta didik dapat dibawa ke dalam situasi yang kontekstual seperti melihat pertunjukkan secara langsung atau melalui video.
Pendidikan Seni dan Budaya tentu akan lebih memfokuskan ke pengapresiasian budaya. Dengan kesenian, dapat mengartikulasikan informasi dan nilai-nilai yang bersifat inovatif. Seni dapat melatih kepekaan untuk mewujudkan suatu kepribadian yang berbudaya. Seni mendukung budaya dan sebaliknya budaya mendukung seni. Pendidikan Seni dan Budaya adalah mata pelajaran yang bersifat fleksibel dan dapat merangsang tumbuhnya kreativitas. Mata pelajaran ini akan mengembangkan daya cipta, rasa dan karsa yang akan meningkatkan kecerdasan emosional (Emotional Intelligence).
Pendidikan Seni dan Budaya seperti seni tari akan mengenalkan peserta didik pada jenis-jenis tari dan aplikasinya. Hal ini lebih baik ditekankan pada penguasaan tari-tari tradisonal sebagai aset budaya bangsa kita agar tidak tergerus dengan tari-tari yang bersifat kontemporer atau modern. Seni musik akan menekankan pemahaman musik tradsional mulai dari jenis lagu, alat musik dan penyajiannya.
Selain itu di dalam KTSP juga diberlakukan materi muatan lokal. Hal ini bertujuan agar peserta didik menghargai budaya-budaya lokal seperti bahasa dan tulisan jawa. Dalam hal ini muatan lokal lebih mengkhususkan potensi budaya daerah masing-masing. Muatan lokal berusaha untuk memberikan bekal pengetahuan keterampilan dan perilaku peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di daerahnya untuk mendukung pembangunan nasional serta kebutuhan global.
Dengan diterapkannya pelajaran-pelajaran tersebut dalam KTSP, diharapkan peserta didik sebagai generasi muda penerus bangsa akan memiliki bekal untuk melestarikan kebudayaan Indonesia. Adanya pandangan tentang penganaktirian mata pelajaran normatif dibanding mata pelajaran lain seperti ilmu eksakta perlu dihilangkan. Selain itu, pemerintah diharapkan mengalokasikan dana yang cukup untuk membangun infrastruktur yang akan mendukung pelestarian budaya seperti galeri seni, ruang pertunjukkan dan peralatan-peralatannya.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus