Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Meregenerasi Kesenian Reog


Pernahkan anda membawa barang seberat setengah kwintal dengan gigi anda? Bisa-bisa gigi anda akan tanggal semua jika benar-benar melakukannya. Namun membawa barang berat dengan gigi bukanlah suatu hal yang sulit bagi para pembarong. Pembarong adalah salah satu pemain dalam atraksi reog yang bertugas mengangkat singo barong atau dadak merak dengan gigi dalam sebuah pertunjukkan reog.

Ketika menyaksikan sebuah pertunjukkan reog, kita pasti disuguhi suatu atraksi yang mengundang decak kagum. Bagaimana tidak, seorang pembarong mampu mengangkat dadak merak yang beratnya mencapai 50kg lebih hanya dengan gigi-giginya. Dengan beban seberat itu, ia masih dapat menari dan mengibas-ngibaskan dadak meraknya. Tak jarang pula dadak merak tersebut dinaiki seseorang dan ia bertengger tepat di atas kepala singa. Jika berat orang tersebut dan dadak merak masing-masing adalah 50kg berarti pembarong itu mengangkat beban hingga 100kg. Kekuatan yang luar bisa dari pembarong inilah yang kadang menyebabkan masyarakat mengaitkan pertunjukkan reog dengan kekuatan supra natural.

Pertunjukkan reog atau kesenian reog adalah sebuah kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur, lebih tepatnya kabupaten Ponorogo. Akan tetapi dalam perkembangan dan pelestariannya, kesenian reog sudah menjadi milik bangsa Indonesia. Hal itu ditegaskan oleh Ida Erawati, koordinator Jathilan kelompok reog Singo Barong Sadupi Wonogiri “Sekarang reog sudah menjadi milik bangsa Indonesia, bukan lagi milik Jawa Timur atau Ponorogo, dan sudah sewajarnya kalau kita sama-sama melestarikannya”.
Berkaitan dengan pelestarian kesenian reog, ia juga menambahkan “Ketika kesenian reog diklaim sebagai milik Malaysia, kita bersama-sama Bapak Begug Purnomosidi selaku ketua Paguyuban Reog Wonogiri sekaligus Ketua Paguyuban Reog Se-Indonesia datang ke kedutaan Malaysia di Jakarta untuk mengklarifikasi hal tersebut dan mengikrarkan bahwa reog adalah kesenian asli milik Indonesia. Dalam hal ini pihak kedutaan Malaysia menjelaskan dan mengakui bahwa reog memang asli milik Indonesia, akan tetapi ada Warga Negara Indonesia di Malaysia yang ikut mengembangkan kesenian reog”.

Kesenian reog sarat dengan nilai-nilai luhur dan kemistikan. Pertunjukkan reog menghadirkan Warok, gemblak, pembarong dan penabuh gamelan. Dalam perkembangannya, gemblak kadang diganti dengan penari Jathilan yang biasanya diperankan remaja putri. Padahal jaman dahulu, kesenian ini hanya beranggotakan laki-laki saja. Pengiring pertunjukan reog adalah musik dari gamelan yang menyuguhkan irama slendro dan pelog.
Kelompok Reog Singo Barong Sadupi adalah salah satu kelompok kesenian reog yang berada di Wonogiri. Kelompok ini dipimpin langsung oleh Begug Purnomosidi dengan koordinator Ahmad Indro Widodo. Sedangkan jathilan dikoordinatori oleh Ida Erawati. Eksistensi kelompok ini sudah tidak bisa diragukan lagi. Kelompok ini sudah berulang kali melalang buana bahkan ke luar negeri. Kelompok Reog Singo Barong Sadupi mengadakan latihan dua kali dalam seminggu yakni pada hari Selasa dan Jumat di pendhapa kabupaten Wonogiri.

Di tengah arus globalisasi dan modernitas, kelompok reog ini mampu eksis dan selalu terus melestarikan dan mengembangkan kesenian reog. Untuk menarik minat anak-anak muda, kelompok ini membuat semacam pentas kolaborasi reog, yakni dengan mengolaborasikan wayang kulit, tarian dan reog. Biasanya pentas wayang kulit hanya sekadar pentas wayang kulit saja tanpa variasi, sehingga sering kali anak-anak muda bosan untuk menyaksikannya.

Kelompok reog Singo Barong Sadupi juga memanfaatkan bakat-bakat generasi muda dari berbagai sekolah. Penari-penari Jathilan diambil dari siswi-siswi yang tergabung dalam ekstra kurikuler tari di berbagai sekolah. Mereka juga turut bernaung dalam kelompok reog Singo Barong Sadupi tersebut. Kelompok ini mulai meregenerasi kesenian reog. Generasi muda dilatih untuk masuk ke dalam kesenian ini. Maka tak mengherankan jika anggota-anggota kelompok ini banyak yang masih muda, mulai dari pembarong, penabuh dan penari jathilan. Hal ini bertujuan agar kesenian reog tetap berlanjut dari generasi ke generasi agar tidak punah.(Andi)
Andi Dwi Handoko
Andi Dwi Handoko Pendidik di SMP Negeri 2 Jumantono. Pernah mengajar di SD Ta'mirul Islam Surakarta dan menjadi editor bahasa di sebuah surat kabar di Solo. Suka mengolah kata-kata di DapurImajinasi dan kadang juga di media massa. Pernah juga mencicipi sebagai pelatih Teater Anak dan Pimred Majalah Sekolah. Suka juga bermusik. Hubungi surel adhandoko88@gmail.com, Instagram adhandoko88, atau facebook.com/andi.d.handoko

Posting Komentar untuk "Meregenerasi Kesenian Reog"