Banyak Siswa Tidak Lulus
oleh Andi Dwi Handoko
Wacana penggabungan Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) adalah wacana yang belum sesuai dengan konteks. Wacana tersebut akan wajar digaungkan jika memang UN mempunyai kredibilitas dan validitas yang tinggi.
UN dapat dianalogikan sebagai api dalam sekam. Perspektif keberadaan UN masih dinilai mempunyai banyak masalah dan tanda tanya besar. Masih banyak sekali kontroversi akan adanya UN. Wacana penggabungan tersebut bisa saja menyulut api yang semula berdiam dalam sekam menjadi berkobar tak terkendali.
Penggabungan tersebut tentu mempunyai tujuan positif. Penggabungan UN dan SNMPTN tentu dapat meminimalisasi waktu dan biaya. Akan tetapi, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi, sedangkan di sisi lain keberadaan UN masih dipertanyakan. Pada dasarnya yang menjadi masalah adalah bukan tujuan UN dan SNMPTN yang selama ini dipolemikkan beberapa kalangan. Mereka menganggap UN berorientasi terhadap kelulusan dan SNMPTN untuk tiket masuk ke PTN. Hal tersebut sebenarnya bukan masalah utama. Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah kadar soal UN dan pelaksanaannya.
Selama ini kadar soal UN dan SNMPTN berbeda. Soal SNMPTN jelas lebih sulit dan berbobot daripada soal UN. UN adalah standar penentu dasar kelulusan seorang siswa. Jika soal UN harus dikredibelkan sejajar dengan soal SNMPTN, tentu akan menambah jumlah siswa yang tidak lulus karena soal menjadi lebih sulit. Padahal berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, soal UN yang masih standar saja mengakibatkan banyak yang tidak lulus. Bagaimana jika dikredibelkan sejajar dengan soal SNMPTN? Bukankah hal ini justru akan menambah masalah dengan banyaknya siswa yang tidak lulus?
Hal ini patut menjadi alasan bagi pemerintah untuk menelaah lebih lanjut wacana penggabungan tersebut. Tindakan yang perlu dilakukan pemerintah tentu adalah menata kembali sistem dan kualitas pendidikan. Pelaksanaan UN yang penuh kecurangan yang mengarah ke pragmatisme pendidikan harus diminimalisasi. Seperti itu.
Wacana penggabungan Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) adalah wacana yang belum sesuai dengan konteks. Wacana tersebut akan wajar digaungkan jika memang UN mempunyai kredibilitas dan validitas yang tinggi.
UN dapat dianalogikan sebagai api dalam sekam. Perspektif keberadaan UN masih dinilai mempunyai banyak masalah dan tanda tanya besar. Masih banyak sekali kontroversi akan adanya UN. Wacana penggabungan tersebut bisa saja menyulut api yang semula berdiam dalam sekam menjadi berkobar tak terkendali.
Penggabungan tersebut tentu mempunyai tujuan positif. Penggabungan UN dan SNMPTN tentu dapat meminimalisasi waktu dan biaya. Akan tetapi, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi, sedangkan di sisi lain keberadaan UN masih dipertanyakan. Pada dasarnya yang menjadi masalah adalah bukan tujuan UN dan SNMPTN yang selama ini dipolemikkan beberapa kalangan. Mereka menganggap UN berorientasi terhadap kelulusan dan SNMPTN untuk tiket masuk ke PTN. Hal tersebut sebenarnya bukan masalah utama. Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah kadar soal UN dan pelaksanaannya.
Selama ini kadar soal UN dan SNMPTN berbeda. Soal SNMPTN jelas lebih sulit dan berbobot daripada soal UN. UN adalah standar penentu dasar kelulusan seorang siswa. Jika soal UN harus dikredibelkan sejajar dengan soal SNMPTN, tentu akan menambah jumlah siswa yang tidak lulus karena soal menjadi lebih sulit. Padahal berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, soal UN yang masih standar saja mengakibatkan banyak yang tidak lulus. Bagaimana jika dikredibelkan sejajar dengan soal SNMPTN? Bukankah hal ini justru akan menambah masalah dengan banyaknya siswa yang tidak lulus?
Hal ini patut menjadi alasan bagi pemerintah untuk menelaah lebih lanjut wacana penggabungan tersebut. Tindakan yang perlu dilakukan pemerintah tentu adalah menata kembali sistem dan kualitas pendidikan. Pelaksanaan UN yang penuh kecurangan yang mengarah ke pragmatisme pendidikan harus diminimalisasi. Seperti itu.
Posting Komentar untuk "Banyak Siswa Tidak Lulus"