Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Dongeng Satu Musim

Dongeng yang akan kuceritakan ini adalah satu fragmen yang terpenggal dari sebuah kenangan dan terpecah menjadi kepingan-kepingan waktu yang sulit untuk disatukan kembali. Adalah aku, satu nyawa berbentuk dongeng yang mengisi setiap pergantian musim. Mimpi-mimpi yang pernah kau ciptakan sebenarnya bermula dari sebuah dongeng purba. Dari sekian lamanya waktu, dongeng itu melompat menembus sekat-sekat massa, menjadi bayang-bayang dan akhirnya bermetafora menjadi mimpi-mimpi yang memabukkan di setiap pergantian musim.
Awal musim itu, aku sendiri dalam bayangku. Membayangkan sebuah senja berada ditelapak tanganku, karena aku begitu menyukai senja. Apalagi ketika musim sedang kemarau,maka senja akan tampak jingga kemilau di ufuk barat. Aku membayangkan telapak tanganku adalah pantai berpasir putih dengan hiasan lambaian nyiur. Namun dalam kesendirianku aku masih tetap sadar bahwa senja itu memang benar-benar ada di waktu yang akan kusinggahi nanti.
aku masih sendiri menatap senja di telapak tanganku. Aku menatap cahaya kemilau jingga. Suara gemuruh ombak bersama semilir angin menjadi sebuah alunan musik yang begitu ritmis. Nyaman sekali di telinga. Sedangkan di atas telapak tanganku, aku melihat sekawanan camar riuh mengepak-kepakkan sayap melawan angin dari tengah laut. Kicau-kicaunya bersahutan seakan-akan mereka mengejek kesendirianku. Ah…aku tak dapat menyalahkan mereka. Sekalipun aku merasa kesepian, aku akan tetap membayangkan senja seolah-olah adalah kekasihku, yang akan ku peluk dan ku cium mesra sepanjang aku masih bisa berkhayal.
Pertengahan musim, aku tak dapat membayangkan senja berada di telapak tanganku. Rasa-rasanya mataku terlalu letih untuk terus melihat cahaya kemilau jingga di telapak tanganku. Maka ku hapus senja dari telapak tanganku. Hanya sebentar saja aku akan menghapus senja di telapak tanganku karena aku begitu menyukai senja. Aku takkan mungkin bosan untuk melihat senja. Aku menutup telapak tanganku, istirahat sebentar untuk menikmati dunia nyata yang ternyata sudah terombang-ambing ke arah ketidakpastian. Aku meredupkan penglihatanku dan mencoba untuk tidur selama sepertiga musim.
Setelah sepertiga musim, aku terbangun dari lelap mimpiku. Aku beranjak dari tempat tidurku dan menuju ke sebuah ruang yang dipenuhi dengan buku. Aku mengambil satu buku dan membacanya. Ternyata itu adalah sebuah buku dongeng. Anehnya, buku itu seperti sebuah dunia yang nyata. Setiap kalimat, kata, gambar dalam buku itu dapat menjelma dan bergerak sesuai dengan makna masing-masing. Dalam dongeng itu ku baca dan ku lihat seorang bidadari kecil hilang dari istana. Bidadari kecil itu cantik dan manis sekali. Ia hilang dari istana karena ingin melihat senja. Istana tempat ia tinggal, berada di sebuah lembah yang dalam sehingga ia tak bisa melihat senja. Ia ingin melihat senja karena ia bermimpi melihat senja. Kata ‘senja’ ia dapatkan dari dayangnya yang juga pernah melihat senja. Jauh waktu sebelum dayang itu bekerja di istananya, ia adalah manusia biasa yang setiap hari dengan leluasa melihat senja. Dengan kenekatannya, bidadari itu pergi dari istana untuk mencari dan melihat senja. entah apa yang terjadi dengan bidadari kecil itu, karena buku yang ku baca ternyata bersambung.
Akhir musim telah datang. Aku kembali merindukan senja. Aku telah lama menghapus senja dari telapak tanganku. Maka dengan kerinduanku, kutuangkan kembali sebuah senja ke dalam telapak tanganku. Yah…masih seperti dahulu…senja itu masih begitu indah dan menenangkan. Cahaya kemilau jingganya telah menghipnotisku untuk terbang ke alam keindahan.
Dan sekarang aku semakin takjub. Semakin lama senja di telapak tanganku semakin indah. Dalam ketakjubanku, aku melihat ada seorang bidadari kecil tengah berlari-lari berkejaran dengan ombak di sebuah senja. Di telapak tanganku.
Andi Dwi Handoko
Andi Dwi Handoko Pendidik di SMP Negeri 2 Jumantono. Pernah mengajar di SD Ta'mirul Islam Surakarta dan menjadi editor bahasa di sebuah surat kabar di Solo. Suka mengolah kata-kata di DapurImajinasi dan kadang juga di media massa. Pernah juga mencicipi sebagai pelatih Teater Anak dan Pimred Majalah Sekolah. Suka juga bermusik. Hubungi surel adhandoko88@gmail.com, Instagram adhandoko88, atau facebook.com/andi.d.handoko

Posting Komentar untuk "Dongeng Satu Musim"