Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Puisi again

Mimpi Televisi

televisi melahirkan bayi-bayi lucu dari rahimnya
mereka tumbuh dalam tabung televisi
tanpa mengenal usia kelender
bergegas tanpa cemas
melenyapkan kebosanan pada dunia nyata

televisi menjadi ibu yang jelita
penuh kasih sayang
setia mendongengi anak-anak
hingga tertidur lelap dalam pelukan

televisi mendidik anak-anaknya
dengan buku digital
penuh mimpi dan imajinasi
tanpa setitik kegelisahan pada waktu

televisi dan mimpi terus bersetubuh
melahirkan bayi-bayi lucu


Monumen Sejarah

waktu mencatat nama-nama
pada batu cadas
mengukir bentuk mulut dan wajah
terbungkam dosa-dosa
menjadi sebuah monumen bersejarah

orang-orang berbaju kumal
memuja batu-batu
mengukir angka-angka sejarah
bersendawa dengan lapar di malam buta
pekat menyekaratkan nyawa
dalam lorong-lorong kota

wajah-wajah tak dikenal
membuat topeng sejarah
menjarah bank-bank
menjerat senyum orang kelaparan

mereka membangun derita
menjadi monumen
di tengah-tengah kota


Anak-anak Elektronik
mereka berkejaran
sembari mengikat tubuhnya dengan kabel-kebel
menjuntai melilit kesenangan
jauh dari kepurbaan
gerak kaki anak-anak elektronik tampak enerjik
dikerumuni komponen-komponen produk luar negeri
perut kenyang
terisi penuh aliran listrik
menyerupai nasi sambal lauk ayam bakar
anak-anak elektronik lupa sekolah
mereka lebih pintar membaca perjalanan nasib
berjalan pada kotak-kotak hitam
penuh dengan kawat, kabel, dan tabung berwarna-warna
nyaman berdiam di dalamnya


Malam

dalam malam
rindu yang membuncah
sepi yang menyayat
kupeluk kau dalam seribu bayang


Kata-kata

hinggaplah pada kataku
pesona makna
mengenyangkan perut tanpa sarapan

kata-kataku adalah nasibmu
membaca perjalanan sejarah masa depan
tanpa bayang-bayang

dari kataku
aku menuntunmu keluar dari persembunyian malam
yang memenjarakan nasibmu selama ini

itu kataku
kau boleh mencatatnya sekarang



Suara Pemilihan

baliho-baliho mencatat doa
di pinggir jalan tepat depan rumahmu
tanda semarak menanti hari pengumpulan suara

suara tawa
suara tangis
suara rintih kelaparan
suara desah malam
suara penyanyi ibu kota di atas panggung
atau
suara tak jelas

orang-orang meneriakkan suara
untuk mengumpulkan suara
sampai kehabisan suara


Biodata:
*)Andi D Handoko, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Solo. Karya tergabung dalam beberapa antologi yakni Joglo 3 (2007), Pendhapa 4 (2007), Anak-anak peti (2008), Rendezvous di Tepi Serayu (2009), Mimpi Jelang Pemilu (2009) dan Redi Lawu (2009).
Andi Dwi Handoko
Andi Dwi Handoko Pendidik di SMP Negeri 2 Jumantono. Pernah mengajar di SD Ta'mirul Islam Surakarta dan menjadi editor bahasa di sebuah surat kabar di Solo. Suka mengolah kata-kata di DapurImajinasi dan kadang juga di media massa. Pernah juga mencicipi sebagai pelatih Teater Anak dan Pimred Majalah Sekolah. Suka juga bermusik. Hubungi surel adhandoko88@gmail.com, Instagram adhandoko88, atau facebook.com/andi.d.handoko

Posting Komentar untuk "Puisi again"